17 September 2012

Setahun Yang Lalu, Surabaya dan Cerita.

Aku kembali mengingat mata teduh itu. Mata teduh yang sama dengan saat pertama kalinya kulihat setahun yang lalu. Mata yang membuatku jatuh cinta dengan selengkung senyum cantik yang membuatku merasa dunia ini sudah indah tanpa perlu surga. Aku masih ingat malam itu. Setelah hujan setengah hari yang mengguyur Surabaya. Ketika sepasang mata itu sekilas memandangiku kemudian melempar senyum. Sungguh aku tak ingat lagi bagaimana kejadian berikutnya hingga malam itu aku dan dia akhirnya duduk semeja, berbicara dan bercerita tentang banyak hal.

“Secepat itukah kau jatuh cinta?”
“Ya.”
“Kenapa?”
“Nah. Itu pertanyaan sulit.”
“Sulit bagaimana? Tinggal bilang karena dia cantik bukan?”
“Dia lebih dari sekedar cantik.”
“Apa lebihnya?”
“Nah. Itu pertanyaan sulit.”
“Sulit bagaimana?”
“Kalau dia cuma cantik, mana mungkin aku setergila-gila ini?”

Kenyataannya memang aku telah jatuh cinta. Kenyataannya pula dia, perempuan yang kukagumi dan kucintai sepenuh hati itu ternyata memang tak dilahirkan untukku. Dia telah menambatkan hatinya pada hati yang lain, yang mungkin saja mencintai dia dengan cara yang lebih baik dari caraku. Setelah kenyataan itu, aku menjelma menjadi pengecut yang terlalu takut mengatakan cinta. Atau mungkin juga pengecut yang terlalu takut akan karma.

“Kenapa tak kau katakan cintamu?”
“Dia sudah punya kekasih.”
“Cinta itu urusan kamu dengan dia. Bukan urusan kekasihnya.”
“Jadi harus tetap kukatakan cintaku?”
“Coba kau ingat-ingat, sudah berapa kali kau memendam cinta diam-diam seperti ini?”
“Well. Aku juga tak tahu kenapa aku selalu jatuh cinta di saat yang tidak tepat.”
“Kenapa tak tetap kau coba katakan cintamu? Bisa saja dia lebih memilihmu daripada kekasihnya itu bukan?”
“Ya. Bisa saja.”
“Hampir semua orang yang sudah punya kekasih masih berpikir untuk mencari kekasih yang lebih baik.”
“Ya. Bisa saja dia menerimaku dan meninggalkan kekasihnya itu.”
“Good. Lalu kenapa tak kau coba katakan cintamu?”
“Aku tidak bisa.”
“Berarti kau tak sedang terlalu jatuh cinta.”

Aku tak pernah peduli dengan segala macam teori tentang cinta. Bagiku tiap orang punya cara sendiri untuk memaknai apa artinya mencintai. Tak terhitung banyaknya buku yang kubaca, film yang kutonton dan cerita yang kudengar tentang kisah-kisah cinta. Nyatanya mereka semua menikmati cinta dengan pemaknaan yang berbeda. Cinta adalah airmata, cinta adalah nafsu, cinta adalah sayang yang teramat sangat, cinta adalah cemburu, cinta adalah kebodohan yang dinikmati bersama-sama, cinta adalah ego, cinta adalah hidup, dan sebagainya, dan sebagainya.