Saat aku sedang menulis ini, yang terjadi adalah sebagai berikut.
Hujan
deras mengguyur Sidoarjo dan sekitarnya. Langit yang tertutup awan gelap
itu mendadak mengingatkanku pada film End Of Days. Aku sedang duduk
manis di dalam kamar, sesekali memandangi hujan di luar lewat kaca
jendela kamar yang basah, ditemani segelas kopi susu yang isinya
tinggal separuh, sebungkus kacang atom yang juga tinggal separuh, dan
suara Duta Sheila On 7 yang menyanyikan Terlalu Singkat terdengar dari
speaker di atas meja dalam kamar.
Untaian rasa yang kuselipkan
Semoga mampu ‘tuk meluluhkan
Hati pemilik senyum itu
Aku
sedang suka lagu ini. Itulah kenapa sejak setengah jam yang lalu, hanya
lagu ini yang kuputar berulang-ulang. Menurutku liriknya bagus.
Sederhana, namun sangat mengena dan menunjukkan rasa percaya diri yang
besar pada seorang laki-laki yang sedang jatuh cinta.
Dan
pikiranku lantas tertuju ke perempuan itu. Sosok yang diam-diam kukagumi
dan sering memenuhi pikiranku akhir-akhir ini. Perempuan dengan segaris
senyum tercantik di dunia, terukir dengan sempurna di wajahnya.
Aku
masih ingat kapan dan di mana pertama kali aku bertemu dengannya. Tapi
rasanya terlalu panjang kalau kuceritakan semuanya di sini, dan kupikir
kalian juga takkan peduli. Satu-satunya hal yang mungkin perlu kalian
tahu adalah, hari itu aku masih terlalu pengecut dan belum berani
berkenalan dengannya.
Aku bahkan tak tahu namanya, dan tentunya dia juga
tak tahu namaku. Namun saat pertemuan berikutnya, sekitar dua minggu
kemudian, aku sudah berani menyapanya. Kemudian kami berkenalan, saling
menyebutkan nama, aku tersenyum kepadanya, dan dia membalas dengan
senyum cantik yang langsung membuatku yakin kalau dunia ini sudah sangat
indah tanpa perlu lagi surga.
Berbagai cara akan kucoba
Agar aku takkan kehilangan
Pandangan dari senyum itu
Dan bisa aku katakan
Jadi kekasihku akan membuat
Kau jauh lebih hebat
*
“Lalu di mana kita bisa bertemu besok?” tanyanya di telepon.
“Halte Depan Alun-alun kota?” tawarku.
“Kenapa harus di situ lagi?”
“Lagi? Bukannya minggu lalu kita tak jadi bertemu di sana?”
“Bagaimana kalau halte Depan Pondok Jati?” dia bertanya balik.
“Hmm.. Oke.”
“Nah. Deal. Berarti kita akan bertemu di sana besok, jam 19:19.”
“Sebentar,” selaku. “Kenapa harus jam 19:19?”
“Besok akan kuceritakan deh.”
“Dan satu lagi.”
“Apa?”
“Kenapa di halte?”
“Karena
di seberang halte itu,” jawabnya. “Maksudku di Sana, ada tulisan,
‘Karena Cinta, Kami Kembali’. Tagline di banner reklame”
Aku tidak berkata-kata lagi. Dan percakapan di telepon itu berakhir sampai di situ.
Kisah
ini memang hanya tentang sebuah senyum tercantik di dunia.
Tepatnya
pemilik senyum tercantik di dunia. Dan seorang laki-laki yang sedang
mengaguminya.
Tak ada yang lain, hanya dia.
Jika kau pernah
merasakan, bahwa jatuh cinta bisa membuatmu kehilangan kata-kata, dan
ujung-ujungnya hanya menjadi cerita tak jelas seperti ini, sepertinya
saat inilah aku benar-benar sedang mengalaminya.
***